REPRESENTASI KEKUASAAN
DALAM STRATEGI TUTUR DALAM WACANA KELAS
A.
Representasi
Kekuasaan dalam Pengendalian Topik Tuturan
Pengendalian topik tuturan dalam wacana kelas dapat
diidentifikasi dari tiga hal, yakni dari strategi pengenalan topik tuturan,
strategi pengembangan topik tuturan, dan strategi menutupan topik tuturan. Gejala
itu dapat terjadi dalam berbagai konteks, baik dalam konteks pemberian
pengarahan pada awal semester, pembelajaran di kelas, maupun praktikum di
laboraterium. Masing-masing strategi pengendalian topik tuturan tersebut
memrepresentasikan kekuasaan dengan strategi dan kadar dominasi yang beragam.
1.
Representasi
Kekuasaan dalam Pengenalan Topik Tuturan
Pengenalan topik tuturan merupakan
tindakan kompleks. Tindakan ini memerlukan kesesuaian tindak tutur dan waktu
penggunaannya, terkait dengan penggenalan topik tuturan, Bublitz ( 1988:42 )
menyebutkan tiga kemungkinan terjadinya pengenalan topik dalam percakapan,
yakni (1) pada saat memulai percakapan, yang dalam konteks itu peserta tutur
memperkenalkan topik pertama setelah terlibat dalam percakapan ; (2) selama kegiatan percakapan, yang dalam
konteks itu peserta tutur mengubah topik sebelumnya dengan menutup dan
menggantikannya dengan topik yang baru ; dan (3) setelah terjadi penyimpangan
yang di dahului oleh sejumlah gangguan.
Berdasarkan
hasil kajian ini ada 3 strategi pengenalan topik tuturan dalam wacana kelas,
yakni (a) pengenalan topik tuturan dengan strategi pemaparan langsung, (b)
pengenalan topik tuturan dengan strategi apersepsi, dan (c) pengenalan topik
tuturan dengan strategi negosiasi topik.
2. Representasi Kekuasaan
dalam Pengembangan Topik Tuturan
Topik tuturan bukan
saja dapat dikendalikan pengenalannya, tetapi juga pengembangannya. Dalam suatu
percakapan, pengenalan topik menjadi tumpuan bagi para peserta tutu untuk
memberikan kontribusi. Bublitz ( 1988:86) menyatakan bahwa penutur yang memprkenalkan
topik berada dalam posisi membentuk kerangka pengikat bagi tuturan penutur
berikutnya.
Berdasarkan
hasil kajian ini terungkap berbagai
strategi pengembangan topik tuturan , antara lain pengembangan topik
tuturan melalui strategi : (a) pemberian contoh, (b) pemberian argumentasi, (c)
pemberian perbandingan, (d) pemberian definisi, (e) pemberian rincian, (f)
pemberian tindakan proses, dan (g) pemberian klasifikasi.
3.
Representasi
Kekuasaan dalam Penutupan Topik Tuturan
Selain
tindakan memperkenalkan dan mengembangkan topik, tindakan menutup topik tuturan
juga merupakan unsur yang selalu ada di dalam wacana. Menurut Schegloff dan
Sacks ( dalam Bublitz, 1988:130), secara formal tidak ada bedanya antara
penutupan di akhir tuturan dengan penutupan topik ketika akan terjadi
pergantian topik. Namun, Bublitz menyatakan sebaliknya, yakni bahwa kita perlu
membedakan secara cermat penutupan topik pada dua konteks itu. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan strategi penutupan topik pada saat
proses pembelajaran dan penutupan topik pada saat proses mengakhiri
pembelajaran.
a.
Representasi Kekuasaan dalam Penutupan Topik tuturan
pada saat Proses Pembelajaran
Ditinjau dari peran institusional,
guru mempunyai legitimasi untuk mengatur semua proses pembelajaran, termasuk
tindakan menutup tuturan. Jika dalam konteks tertentu siswa juga melakukan
tindakan menutup topik tuturan, hal itu karena perannya di dalam proses diskusi
ataupun presentasi tugas secara individual. Namun, secara umum, penutupan topik
tuturan tetap wewenang guru.
Sama halnya dengan pengenalan dan
pengembangan topik, tindakan menutup topik tuturan juga mempunyai strategi.
Masing- masing strategi itu, merepresentasikan kekuasaan yang tingkat
dominasinya dapat dilihat dari mekanisme dan fungsi penutupan topik itu. Dari
hasil kajian ini terungkap sejumlah strategi penutupan topik pada saat
pembelajaran, yaitu (a) strategi konfirmasi pemahaman, (b) strategi penutupan
langsung, (c) strategi pemberian penguatan, (d) strategi interupsi, dan (e)
strategi konfirmasi persetujuan.
b.
Representasi
Kekuasaan dalam Penutupan Topik Tuturan pada Saat Mengakhiri Pembelajaran
Penutupan topik tuturan pada saat
pembelajaran dimaksudkan sebagai tindakan transisi sebelum terjadinya
pergantian topik tuturan yang baru. Namun, pergantian topik tuturan pada saat
pembelajaran. Strategi-strategi itu antara lain (a) penutupan topik tuturan
dengan strategi menunjukkan jam pembelajaran berakhir, (b) penutupan topik
tuturan dengan memberikan rangkuman, (c) penutupan topik tuturan dengan
memberikan klarifikasi, (d) penutupan topik tuturan dengan strategi memberikan
tes, (e) penutupan topik tuturan dengan
strategi memberikan tugas, (f) penutupan topik tuturan dengan strategi
memberikan komentar kritis.
Secara teknis, penutupan topik pada
akhir pembelajaran dapat diartiakan sebagai suatu tindakan pemberian pengarahan
tentang penyelesaian pembelajaran. Menurut Brown (1991:201), ada dua aspek
penting dari penutupan topik tuturan pada saat pembelajaran berakhir, yakni
aspek kognitif dan aspek sosial.
B.
Representasi Kekuasaan dalam Interupsi
Dalam suatu percakapan biasanya
terdapat prinsip-prinsip umum yang cenderung dipahami bersama oleh para peserta
tutur. Prinsip-prinsip itu antara lain, pertama, dari sekian banyak peserta
tutur yang terlibat dalam percakapan, hanya ada satu partisipan yang bertutur
pada satu waktu. Kedua, dalam percakapan terdapat tempat transisi relevansi
(transition-relevance pleace) yang cocok digunakan oleh peserta tutur untuk
mengambil giliran tutur. Namun, dalam konteks tertentu, prinsip-prinsip itu
dilanggar oleh para peserta tutur, misalnya dengan tindakan interupsi.
Interupsi merupakan bentuk
pelanggaran kaidah giliran tutur. Interupsi terjadi ketika T mulai bertutur,
padahal P masih belum selesai bertutur. Menurut Coates (1991:99), interupsi
merusak kesetaraan model percakapan karena penginterupsi menghalangi P dari
penyelesaian tuturan mereka dan pada saat yang sama T memenangkan sebuah
giliran untuk dirinya sendiri.
Ditinjau dari persektif etnografi
komunikasi, representasi tratregi kekuasaan dalam interupsi juga dipengaruhi
oleh komponen tutur. Terkait dengan hasil kajian ini, perbedaan peran dan
tujuan tutur berpengaruh terhadap karakteristik strategi kekuasaan. Oleh karena
itu, dalam wacana kelas, bisa terjadi interupsi dari siswa kepada siswa lain,
dari guru kepada siswa, tetapi tidak pernah terjadi dari siswa ke guru. Akan
tetapi, dalam budaya yang egaliter, mungkin saja siswa menginterupsituturan
guru.
Tujuan tutur yang berpengaruh
terhadap representasi strategi kekuasaan dalam wacan kelas tentunya tujuan ynag
terkait dengan aspek pendidikan dan pengajaran. Dari hasil kajianini terungkap
sejumlah tujuan yang mendorong penggunaan interupsi dalam wacana kelas, yakni
interupsi digunakan dalam konteks;
a. Memperbaiki
sikap tutur siswa
b. Menorong
siswa bertutur dengan volume keras
c. Memperbaiki
cara bertutur siswa
d. Menghentikan
kegaduhan di kelas
e. Membetulkan
jawaban siswa
f. Menghentikan
keraguan siswa
g. Memberi
klarifikasi
h. Memberikan
penguatan
C.
Representasi kekuasaan dalam Overleping
Sebagian
pakar cenderung memberikan interupsi dan overleping (over lapping). Zimmerman
dan West (1975) (dalam tannen, 1994:57), misalnya bahwa jika T mulai bertutur
pada TRP, hal itu dianggap sebagai overleping. Namun, juka T mulai bertutur
bukan pada TRP, hal itu dianggap sebagai interupsi. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa overleping akan terjadi jika dalam suatu percakapan T mulai
bertutur ketika tuturan T sudah mencapai TRP, sedangkan interupsi terjadi jika T
memulai bertutur, padahal tuturan P belum mencapai TRP. Oleh karena itu, Coates
(1991:99) menganggap bahwa overleping tidak melanggar giliran tutur, seangkan
interupsi melanggar giliran tutur.
Hasil
kajian ini menunjuk kan bahwa para peserta tutur dalam wacana kelas sering
menggunakan overleping ketika terjadi proses pembelajaran. Guru bukanlah
satu-satunya peserta tutur yang melakukan overleping. Dalam konteks tertentu,
siswa pun dapat melakukan overleping terhadap tuturan duru dan lebih-lebih
terhadap tuturan siswa lain. Pada umumnya penggunaan overleping dalam wacana
kelas sangat ditentukan oleh tujuan tutur yang tidak jauh berbeda dengan
penggunaan interupsi. Tujuan itu menyangkut proses pencapaian target aspek
pendidikan dan pengajaran.
Dari
hasil kajian ini terungkap sejumlah tujuan tutur yang mendorong digunakan
overleping. Tindakan overleping dilakukan dalam konteks,
a) memperbaiki
jawaban siswa
b) member
penguatan
c) mengatasi
kebingungan
d) melakukan
konfirmasi.
kepada teman-teman yang ingin bertanya, batas waktunya sampai hari rabu jam 6 sore.